Skip to content

Perlindungan Hukum Lingkungan Hidup: Cagar Alam Pulau Sempu

August 20, 2015

Oleh: Husni Mubarak*

Pemberdayaan dan pengolahan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama umat manusia di seluruh dunia, tidak terkecuali Bangsa Indonesia. Di masyarakat Internasional, pembahasan terkait lingkungan hidup sudah menjadi isu global. Penggundulan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global, tumpahan minyak, ikan mati di anak sungai karena zat-zat kimia, dan punahnya species tertentu adalah beberapa contoh dari permasalahan lingkungan hidup. Dalam literatur masalah-masalah lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk: Pencemaran lingkungan, pemanfaatan lahan secara salah dan pengurasan atau habisnya sumber daya alam.

Perlindungan lingkungan hidup berdasarkan instrumen hukum internasional diatur di dalam sebuah Konvensi Stockholm sedangkan di Indonesia sendiri, perlindungan lingkungan hidup diatur dalam sebuah payung hukum: Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan juga peraturan-peraturan lainnya dibawahnya.

Cagar Alam dan Pulau Sempu

Pulau Sempu merupakan sebuah pulau yang ada di selatan kabupaten Malang, Jawa Timur dan berada di Samudera Hindia. Pulau Sempu merupakan sebuah pulau yang sangat indah dan terdapat berbagai macam keanekaragaman hayati dan ekosistem. Pulau Sempu menjadi sebuah kawasan yang dilindungi untuk konservasi. Status hukum Pulau Sempu hingga hari ini adalah kawasan cagar alam dan bukan menjadi kawasan wisata baik yang sifatnya terbuka maupun terbatas.

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (Pasal 1 poin 2 UU Nomor 5 Tahun 1990).

Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non-hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi (Pasal 1 poin 3 UU Nomor 5 Tahun 1990).  Potensi keanekaragaman hayati di Pulau Sempu merupakan salah satu wacana pengetahuan untuk para peneliti dalam hal perlindungan kawasan cagar alam dan konservasi sumber daya alam.

Pulau Sempu ditetapkan sebagai suatu kawasan cagar alam karena memiliki kriteria: mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, mewakili biota tertentu, mempunyai kondisi alam yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, mempunyai luas yang cukup untuk menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami (Takdir Rahmadi, 2013).

Pulau Sempu dan Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem bertujuan mengusahakan teruwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistem sehingga lebih mendukung upaya kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. (Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1990)

Di Pulau Sempu, yang terjadi hari-hari ini adalah sekelompok orang yang menyebut sebagai wisatawan yang masuk secara ilegal ke pulau tersebut dan berpotensi merusak suatu cagar alam yang menimbulkan pencemaran lingkungan hidup dan juga kerusakan ekosistem.

Untuk itu, penegakan Hukum Lingkungan dalam studi kasus Pulau Sempu harus dilaksanakan secara tegas. Pulau Sempu sebagai suatu cagar alam sudah barang tentu melarang seseorang ataupun sekelompok orang melakukan kunjungan kesana dengan dalih melakukan wisata. Di dalam sebuah cagar alam, yang diizinkan untuk mendatangi kawasan tersebut adalah para peneliti yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan juga pelestarian lingkungan hidup. Aparat hukum yang berwenang harus menindak tegas bagi para pelaku yang merusak ekosistem Pulau Sempu.

Kita tak ingin dimasa mendatang kawasan suaka alam yang menjadi simbol dari keharmonisan ekosistem rusak karena perbuatan manusia yang tidak menyenangkan. Diharapkan wajah Pulau Sempu di masa depan tetap menjadi pulau yang mempunyai ciri khas potensi dan sebagai contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi.

*Mahasiswa FH UNDIP, tulisan ini sebelumnya diterbitkan di Majalah Laksita ALSA LC UNDIP

From → Uncategorized

Leave a Comment

Leave a comment